Sekolah Gratis = Pendidikan Untuk Semua?
oleh : Avina Nadhila Widarsa
Akhir-akhir ini, sering kita lihat di televisi sebuah iklan layanan masyarakat yang dibintangi Cut Mini tentang adanya sekolah gratis yang dibuat oleh pemerintah. Departemen pendidikan nasional sebagai bagian dari pemerintah yang mengurusi masalah pendidikan telah berkomitmen untuk menyelenggarakan sekolah gratis di semua daerah untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah khususnya. Namun, apakah program sekolah gratis ini akan terimplementasi dengan baik? Ataukah hanya janji-janji belaka karena kita akan menghadapi pemilu?
Pendidikan, yang salah satu fungsinya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, seperti yang telah diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945, memiliki peran vital dalam kehidupan bangsa. Peran vital tersebut ialah untuk mentransfer nilai-nilai jati diri bangsa (van Gliken, 2004). Selain itu, pendidikan memiiki tugas pokok yakni mempreservasi, mentransfer, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya (Sofien Effendi, 2005). Melihat dari peran vital dan tugas pokok yang dimiliki pendidikan tersebut, sudah seharusnya pendidikan dijadikan sebagai bagian yang sangat penting dalam kehidupan bangsa. Para pendiri negara ini pun sadar akan pentingnya pendidikan bagi bangsa ini, sehingga termuat dalam pasal 31 UUD 1945, yang kemudian telah diamandemen, berbunyi “ Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan ”.
Ironisnya, walaupun pendidikan adalah hak setiap warga negara, tidak semua warga negara dapat mengenyam pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Faktor ekonomi menjadi sebab yang selalu dijadikan alasan untuk tidak melanjutkan pendidikan. Memang lebih dari 40 juta penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan (data 2004). Pendidikan merupakan urusan kesekian setelah urusan perut. Masyarakat Indonesia pada umumnya lebih cenderung untuk memprioritaskan kebutuhan pokok yaitu sandang, pangan, dan papan dipenuhi terlebih dahulu baru kebutuhan tersier lainnya seperti pendidikan. Pola pemikiran masyarakat inilah yang dicoba diubah oleh pemerintah dengan menyelenggarakan pendidikan gratis.
Sekolah gratis sebagai upaya untuk melaksanakan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan implementasi dari UUD 1945 amandeman pasal 31 ayat 2 yang berbunyi “ Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Anggaran pendidikan yang tertulis dalam UUD 1945 amandemen sebesar 20% dari APBN merupakan bentuk usaha untuk mengimplementasikan kualitas pendidikan yang lebih baik dan untuk menjangkau semua kalangan. Adanya sekolah gratis ini merupakan bagian dari usaha pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Namun, dalam kenyataannya sekolah gratis yang dimaksud oleh pemerintah tidak berlaku bagi semua sekolah dan tidak benar-benar gratis seluruhnya. Maksudnya, sekolah gratis yang diberikan oleh pemerintah hanya untuk sekolah negeri yang tidak berstandar internasional. Kata gratis yang dimaksud disini ialah bebas SPP, uang buku, dan uang kegiatan ekstrakulikuler. Biaya lain seperti uang seragam dan iuran OSIS masih dibebankan kepada siswa. Hal-hal seperti inilah yang walaupun pemerintah sudah menggembar-gemborkan adanya sekolah gratis, tetap saja pendidikan di sekolah itu tidak dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat. Bagaimanapun juga faktor-faktor lain seperti uang seragam, uang les tambahan, dan uang lain yang dipungut di sekolah secara tidak resmi juga dianggap memberatkan oleh sebagian pihak.
Oleh sebab itu, penulis menyarankan agar pemerintah benar-benar mengusahakan sekolah yang benar-benar gratis, tidak dipungut biaya tambahan lain. Hal ini bisa tejadi mengingat anggaran untuk pendidikan sebesar 20% merupakan jumlah yang cukup besar. Selain itu, peran masyarakat dalam partisipasi pendidikan dan kesadaran akan pentingnya pendidikan harus ditanamkan sejak dini di seluruh kalangan agar pendidikan dapat mencapai seluruh lapisan masyarakat.
oleh : Avina Nadhila Widarsa
Akhir-akhir ini, sering kita lihat di televisi sebuah iklan layanan masyarakat yang dibintangi Cut Mini tentang adanya sekolah gratis yang dibuat oleh pemerintah. Departemen pendidikan nasional sebagai bagian dari pemerintah yang mengurusi masalah pendidikan telah berkomitmen untuk menyelenggarakan sekolah gratis di semua daerah untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah khususnya. Namun, apakah program sekolah gratis ini akan terimplementasi dengan baik? Ataukah hanya janji-janji belaka karena kita akan menghadapi pemilu?
Pendidikan, yang salah satu fungsinya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, seperti yang telah diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945, memiliki peran vital dalam kehidupan bangsa. Peran vital tersebut ialah untuk mentransfer nilai-nilai jati diri bangsa (van Gliken, 2004). Selain itu, pendidikan memiiki tugas pokok yakni mempreservasi, mentransfer, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya (Sofien Effendi, 2005). Melihat dari peran vital dan tugas pokok yang dimiliki pendidikan tersebut, sudah seharusnya pendidikan dijadikan sebagai bagian yang sangat penting dalam kehidupan bangsa. Para pendiri negara ini pun sadar akan pentingnya pendidikan bagi bangsa ini, sehingga termuat dalam pasal 31 UUD 1945, yang kemudian telah diamandemen, berbunyi “ Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan ”.
Ironisnya, walaupun pendidikan adalah hak setiap warga negara, tidak semua warga negara dapat mengenyam pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Faktor ekonomi menjadi sebab yang selalu dijadikan alasan untuk tidak melanjutkan pendidikan. Memang lebih dari 40 juta penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan (data 2004). Pendidikan merupakan urusan kesekian setelah urusan perut. Masyarakat Indonesia pada umumnya lebih cenderung untuk memprioritaskan kebutuhan pokok yaitu sandang, pangan, dan papan dipenuhi terlebih dahulu baru kebutuhan tersier lainnya seperti pendidikan. Pola pemikiran masyarakat inilah yang dicoba diubah oleh pemerintah dengan menyelenggarakan pendidikan gratis.
Sekolah gratis sebagai upaya untuk melaksanakan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan implementasi dari UUD 1945 amandeman pasal 31 ayat 2 yang berbunyi “ Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Anggaran pendidikan yang tertulis dalam UUD 1945 amandemen sebesar 20% dari APBN merupakan bentuk usaha untuk mengimplementasikan kualitas pendidikan yang lebih baik dan untuk menjangkau semua kalangan. Adanya sekolah gratis ini merupakan bagian dari usaha pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Namun, dalam kenyataannya sekolah gratis yang dimaksud oleh pemerintah tidak berlaku bagi semua sekolah dan tidak benar-benar gratis seluruhnya. Maksudnya, sekolah gratis yang diberikan oleh pemerintah hanya untuk sekolah negeri yang tidak berstandar internasional. Kata gratis yang dimaksud disini ialah bebas SPP, uang buku, dan uang kegiatan ekstrakulikuler. Biaya lain seperti uang seragam dan iuran OSIS masih dibebankan kepada siswa. Hal-hal seperti inilah yang walaupun pemerintah sudah menggembar-gemborkan adanya sekolah gratis, tetap saja pendidikan di sekolah itu tidak dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat. Bagaimanapun juga faktor-faktor lain seperti uang seragam, uang les tambahan, dan uang lain yang dipungut di sekolah secara tidak resmi juga dianggap memberatkan oleh sebagian pihak.
Oleh sebab itu, penulis menyarankan agar pemerintah benar-benar mengusahakan sekolah yang benar-benar gratis, tidak dipungut biaya tambahan lain. Hal ini bisa tejadi mengingat anggaran untuk pendidikan sebesar 20% merupakan jumlah yang cukup besar. Selain itu, peran masyarakat dalam partisipasi pendidikan dan kesadaran akan pentingnya pendidikan harus ditanamkan sejak dini di seluruh kalangan agar pendidikan dapat mencapai seluruh lapisan masyarakat.
Komentar