Citizen Journalism, merupakan istilah yang lazim kita dengar sebagai bentuk jurnalisme baru di era teknologi informasi dan komunikasi saat ini. Citizen journalism sendiri dapat diartikan secara harafiah sebagai “jurnalisme penduduk”. Dalam Oxford Dictionary, Journalism diartikan sebagai “work of writing for newspapers, magazines, television, or radio”. Citizen sendiri diartikan sebagai “person who has a rights as a member of a country, a person who live in town or city”. Dari dua definisi tersebut, maka citizen journalism dapat didefinisikan menjadi, person who live in town or city that work in writing for newspapers, magazines, radio, or television. Kenyataannya, definisi tersebut dapat penulis katakan sesuai dengan konsep citizen journalism yang berkembang saat ini.
Menurut Shayne Bowman dan Chris Willis citizen journalism didefinisikan sebagai “…the act of citizens playing an active role in the process of collecting, reporting, analyzing, and disseminating news and information”.[1] Hal ini jauh berbeda dengan konsep jurnalisme pada umumnya, yang merujuk pada “pekerjaan”, konsep citizen journalism lebih kepada “aksi yang tidak dipaksakan”. Selain itu, media yang sering digunakan dalam citizen journalism justru bukan koran, majalah, radio ataupun televisi, namun media internet. Citizen journalism atau yang bisa disamakan dengan public, participatory, democratic journalism , menurt D.J. Lasica menggunakan media yang berbentuk partisipasi audiens (seperti komentar pembaca, blog pribadi, foto atau video yang menggunakan kamera handphone, berita lokal yang ditulis oleh penghuni sebuah komunitas), situs berita independen, situs berita yang sepenuhnya berasal dari kontribusi partisipan, situs media kolaboratif, “thin media” (mailing lists, email newsletters) dan situs broadcasting pribadi.[2] Jadi, jelas perbedaan mendasar antara citizen journalism dengan jurnalisme pada umumnya terletak di media yang digunakan dan contributor atau partisipan dari kegiatan tersebut.
Munculnya ide citizen journalism ini sendiri sebenarnya berangkat dari kekecewaan jurnalis profesional pada mainstream media yang dirasa tidak cukup memenuhi gambaran representatif dari berita yang berimbang. Akhir dekade 1980an merupakan awal pergerakan citizen journalism yang moderen. Hal ini merujuk pada semakin terbukanya kesempatan secara luas bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif di media (adanya surat pembaca, opini, dan lain sebagainya). Di tahun 2000an kini, citizen journalism semakin berkembang pesat, terutama setelah terjadi peristiwa tsunami di Aceh yang menewaskan lebih dari 100.000 orang. Banyak korban selamat yang merekam peristiwa tersebut, seperti video fenomenal dari Cut Puteri yang sering ditayangkan di Metro TV pada waktu itu.
Berkembangnya dunia open source merupakan pendukung utama dari berkembangnya citizen journalism. Blog, situs-situs komunitas, forum, social networking website, milist dan lain-lain semakin membuat kesempatan interaksi people to people menjadi mudah. Itulah yang menjadi modal bagi perkembangan citizen journalism, partisipasi dari masyarakat secara voluntary yang melaporkan sebuah berita, menulis pendapat, mengomentari berita, dan lain sebagainya. Sekarang, batasan antara konsumen dan produsen media menjadi semakin kabur, sebab dengan adanya citizen journalism masyarakat yang tadinya bisa dianggap sebagai konsumen sekarang malah menjadi produsen berita itu sendiri. Hal ini tentu saja semakin mengancam eksistensi media mainstream. Oleh karena itu, para pemilik media mainstream kemudian mencari cara untuk menjadikan citizen journalism sebagai modal untuk memperluas media mereka, seperti yang dilakukan oleh grup kompas yang mendirikan kompasiana.com selain situs mainstream kompas.com.
Terancamnya eksistensi media mainstream tersebut lebih disebabkan karena citizen journalism yang berbasis dunia open source lebih disukai oleh masyarakat. Kemudahan untuk mengakses internet, terbukanya interaksi antara pembaca dan penulis, tidak adanya gap antara pembaca dan penulis, bebasnya tulisan atau berita yang dimuat, menurut penulis adalah sejumlah alasan mengapa citizen journalism ini semakin diminati. Selain banyak diminati, perkembangan citizen journalism juga menuai banya kritik terutama yang berasal dari media profesional. Vincent Maher, kepala New Media Lab di Rhodes University, mengemukakan tiga hal yang dikenal sebagai "three deadly E's", yakni ethics, economics and epistemology sebagai kelemahan dari citizen journalism. Isu lain yang menjadi kritik dari perkembangan citizen journalism adalah isu regulasi.
Di dunia citizen journalism yang sangat bebas mungkin masalah etika menjadi nomer sekian, yang penting substansi informasi dan berita dapat disampaikan. Namun, pada beberapa web citizen journalism sudah ada mekanisme pengawasan yang mengatus masalah etika tersebut. Sedangkan, untuk blog pribadi, microblogging, forum, milis, ataupun social networking website, mekanisme pengawasan lebih dilakukan oleh person to person. Masalah ekonomi juga penting untuk disorot mengingat konsep citizen journalism adalah kegiatan yang voluntary, namun dalam operasionalnya juga membutuhkan biaya untuk itu. Penulis sendiri berpendapat boleh-boleh saja web atau blog pribadi yang berbasis konsep citizen journalism berorientasi profit selama tidak mengganggu isi dan substansi tulisan ataupun berita yang disajikan. Masalah tata bahasa (epistemologi) juga menjadi fenomena tersendiri dalam citizen journalism. Dalam sebuah artikel dari The Jakarta Post yang berjudul “messing with letters” dikemukakan seorang gadis “alay” bernama Ophi A. Bubu sampai harus di banned dari facebook sebab bahasa yang digunakan sangat mengganggu mata orang-orang yang melihat. Inilah yang menjadi masalah cukup serius yang penulis lihat dalam perkembangan citizen journalism, namun hal ini ternyata tidak begitu banyak berarti sebab partisipan ataupun kontributor dari citizen journalism sendiri dapat dikatakan merupakan orang yang memilki kapasitas intelektual yang tinggi mengingat mereka dapat menggunakan internet sebagai medianya. Jadi, masalah epistemologi mungkin tidak akan terlalu menjadi beban. Terakhir, masalah yang paling krusial adalah masalah regulasi. Belum adanya peraturan pemerintah yang mengatur dengan jelas tentang konsep citizen journalism merupakan suatu kontradiksi apabila kita melihat kasus Prita Mulyasari yang terekspos oleh media mainstream karena pelanggaran UU ITE.
Kontribusi para citizen journalist dalam kasus ini cukup signfikan sehingga Prita yang tadinya dijerat dengan hukuman yang tidak ringan itu bisa bebas dari penjara. Di sini kita juga bisa melihat bahwa antara citizen journalism dan media mainstream ternyata juga memiliki rasa saling ketergantungan, selain rasa persaingan. Tak jarang media mainstream merujuk beritanya pada berita atau isu yang ditampilkan dalam bentuk citizen journalism, sementara media citizen journalism juga membutuhkan media mainstream dalam perkembangan dan publikasinya. Namun, sayangnya media mainstream masih merasa lebih superior daripada media citizen journalism. Hal ini tebukti dari tidak dimuatnya rujukan dari sumber-sumber berita yang didapatkan, padahal tidak jarang media mainstream merujuk pada media citizen journalism sebab media citizen journalism lebih cepat menginformasikan kepada khalayak seperti kasus anakui.com yang lebih cepat menginformasikan mengenai pembekuan yang terjadi di BEM UI ketimbang republika.com ataupun detik.com. [3]
Tidak diperbolehkannya rujukan dari media citizen journalism juga merupakan kritik penulis terhadap bentuk rujukan bagi penulisan ilmiah. Dianggapnya media citizen journalism yang kurang ilmiah merupakan satu kesalahan yang menurut penulis tidak dapa digeneralisir. Memang, ada beberapa media citizen journalism yang ditulis dengan asal-asalan tanpa memberi rujukan ilmiah. Namun, selayaknya media citizen journalism yang bermanfaat dalam menyebarkan informasi dan pengetahuan seperti Wikipedia.com seharusnya bisa dijadikan sebagai sumber rujukan. Sebab, dalam situs-situs seperti Wikipedia tersebut informasi mengenai suatu hal bisa jadi lebih akurat dan aktual ketimbang yang ada di buku atau media mainstream. Oleh sebab itu, penulis sangat mendukung adanya upaya penyeimbangan kedudukan antara media citizen journalism dan media mainstream.
Poin penting lain yang dapat dilihat dari citizen journalism adalah media citizen journalism bisa kita jadikan sebagai alat pergerakan mahasiswa. Selama ini, mungkin terkesan media mainstream yang penuh dengan berbagai kepentingan tidak dapat mengakomodir kepentingan pergerakan mahasiswa. Maka dari itu, saatnya kita memanfaatkan media citizen journalism sebagai alat pergerakan kita. Tidak hanya terbatas pada facebook, namun kita bisa mencobanya dengan hal-hal lain seperti membuat blog khusus mengenai pergerakan mahasiswa, menulis di berbagai website komunitas seperti anakui.com untuk menyebarluaskan isu yang sedang diperjuangkan, menulis di website citizen journalism yang besar seperti kompasian.com ataupun blogdetik.com, menyampaikan pandangan, perasaan, dan ide melalui forum atau milis, serta menyampaikan foto atau video di youtube, flock, dan lain-lain. Hal ini merupakan poin plus bagi para aktivis mahasiswa apabila mereka menyadarinya.
Dari paparan di atas dapat kita simpulkan bahwa perkembangan citizen journalism sudah sedemikian hebatnya. Citizen journalism telah membawa keuntungan bagi kita masyarakat umum untuk berpartisipasi menjadi bagian dari proses produksi berita. Namun, sayangnya pengakuan terhadap keberhasilan citizen journalism ini masih sangat minim, bahkan dianggap sangat skeptic dan pesimis oleh media mainstream. Oleh karena itu, saatnya kita buktikan the power of media berpihak pada pihak yang memang benar-benar menyuarakan aspirasi ataupun berita dengan jujur dan apa adanya melalui konsep citizen journalism.
Komentar
mau komentar bingung soalnya belum baca semuanya :D *takut salah (apalagi ngaco)*
mau ngucapin makasih udah ngedoain blog gue, biarpun kagak menang.
ini blog baru gue, main2 yah...
2) ophi tidak dibanned sama sekali.
menurut artikel yg aku baca d jakarta post, yg dibanned adalah grup2 fanpagenya. grup2 itu dibanned krn mengandung byk postingan kasar kpd ophi. jd, dlm hal ini, ophi jd korban, bukannya dia yg dibanned :)
sekian, makasiihhh...