Another nice posting from Mbak Meira, really makes me wanna cry :')
http://anastasiameira.wordpress.com/2012/03/15/diwisuda/#respond
Tanggal 20 November 2009, hari jumat.
Saya diwisuda lagi untuk kedua kalinya.
Well, sebenarnya wisuda pertama kali, karena waktu wisuda S1 di unpar, saya tidak datang.
Tapi, wisuda kali ini, saya harus datang, karena hari itu saya diberi gelar Ibu.
Alih-alih memakai toga, saya memakai baju rumah sakit.
Wisuda yang penuh darah dan air mata haru.
Wisuda yang penuh cakaran dan teriakan.
Ya, kadang saya merasa, jadi ibu itu seperti diwisuda dulu, baru menjalani kuliah.
Gelar ibu langsung diberikan, setelah kita melahirkan anak kita. Baru setelah itu, kita belajar seperti apa jadi ibu sebenarnya.
Merawat anak kita, dari umur 1 hari sampai nanti kita mati, itu waktu kuliahnya.
Anak kita yang jadi dosennya.
Dia yang akan memberikan kita mata kuliah setiap harinya.
Kuliahnya tidak pernah berhenti. Weekdays ataupun weekends, seorang ibu tetap belajar.
Selalu ada matakuliah baru tiap harinya.
Kadang, dosennya baik, cooperative, dan banyak senyum.
Kadang, dosennya cranky, maunya nempel terus sama kita, dan memberikan ujian mendadak.
Ujian prakteknya kadang susah.
Semua pelajaran yang sudah pernah kita dapatkan dari sang dosen, ternyata tidak bisa dipakai untuk menyelesaikan soal ujian.
Sang dosen mau kita berimprovisasi. Mau kita kreatif.
Mencari jawaban sendiri, mengandalkan insting dan belajar dari pengalaman.
Nilai yang diberikan berupa senyuman, ciuman, pelukan, dan kata-kata yang dia ucapkan.
“Mama” untuk pertama kalinya adalah seperti mendapatkan nilai A.
Langkah pertamanya adalah seperti mendapatkan IPK 3.8
Jangan malu bertanya pada mahasiswa lain.
Walaupun mereka punya dosennya masing-masing, tapi kadang dosen kita dan dosen mereka sama maunya.
Jangan ragu-ragu untuk menyontek dari internet.
Kadang, google lebih tahu jawabannya. Apalagi kalau sang dosen sedang tidak enak badan.
Tapi, jangan takut, setiap mahasiswa disediakan “pembimbing” oleh Tuhan.
Ia adalah ibumu, karena Ia pun dulunya mahasiswa, dan kamu sebagai dosennya.
Setinggi-tingginya gelar yang saya raih nanti, apabila saya tidak sempat mendapatkan gelar menjadi seorang 'Ibu' nanti, sepertinya tidak akan lengkap hidup saya...
http://anastasiameira.wordpress.com/2012/03/15/diwisuda/#respond
Tanggal 20 November 2009, hari jumat.
Saya diwisuda lagi untuk kedua kalinya.
Well, sebenarnya wisuda pertama kali, karena waktu wisuda S1 di unpar, saya tidak datang.
Tapi, wisuda kali ini, saya harus datang, karena hari itu saya diberi gelar Ibu.
Alih-alih memakai toga, saya memakai baju rumah sakit.
Wisuda yang penuh darah dan air mata haru.
Wisuda yang penuh cakaran dan teriakan.
Ya, kadang saya merasa, jadi ibu itu seperti diwisuda dulu, baru menjalani kuliah.
Gelar ibu langsung diberikan, setelah kita melahirkan anak kita. Baru setelah itu, kita belajar seperti apa jadi ibu sebenarnya.
Merawat anak kita, dari umur 1 hari sampai nanti kita mati, itu waktu kuliahnya.
Anak kita yang jadi dosennya.
Dia yang akan memberikan kita mata kuliah setiap harinya.
Kuliahnya tidak pernah berhenti. Weekdays ataupun weekends, seorang ibu tetap belajar.
Selalu ada matakuliah baru tiap harinya.
Kadang, dosennya baik, cooperative, dan banyak senyum.
Kadang, dosennya cranky, maunya nempel terus sama kita, dan memberikan ujian mendadak.
Ujian prakteknya kadang susah.
Semua pelajaran yang sudah pernah kita dapatkan dari sang dosen, ternyata tidak bisa dipakai untuk menyelesaikan soal ujian.
Sang dosen mau kita berimprovisasi. Mau kita kreatif.
Mencari jawaban sendiri, mengandalkan insting dan belajar dari pengalaman.
Nilai yang diberikan berupa senyuman, ciuman, pelukan, dan kata-kata yang dia ucapkan.
“Mama” untuk pertama kalinya adalah seperti mendapatkan nilai A.
Langkah pertamanya adalah seperti mendapatkan IPK 3.8
Jangan malu bertanya pada mahasiswa lain.
Walaupun mereka punya dosennya masing-masing, tapi kadang dosen kita dan dosen mereka sama maunya.
Jangan ragu-ragu untuk menyontek dari internet.
Kadang, google lebih tahu jawabannya. Apalagi kalau sang dosen sedang tidak enak badan.
Tapi, jangan takut, setiap mahasiswa disediakan “pembimbing” oleh Tuhan.
Ia adalah ibumu, karena Ia pun dulunya mahasiswa, dan kamu sebagai dosennya.
Setinggi-tingginya gelar yang saya raih nanti, apabila saya tidak sempat mendapatkan gelar menjadi seorang 'Ibu' nanti, sepertinya tidak akan lengkap hidup saya...
Komentar