Melesatlah saya ke Vrederburg, kali ini setelah mengambil
beberapa pundi rupiah dari ATM Mandiri untuk perbekalan dua hari ke depan.
haha. Kali ini saya diantar Andini dan Bimo, pacarnya, ke Benteng Vrederburg.
Sesampainya di Benteng Vrederburg, saya tidak melihat
tanda-tanda kehidupan dari teman-teman FIM Geje. Karena saat itu saya kebelet,
saya pergi dulu membuang hajat di toilet dan kemudian masuk ke ruang diorama 1
untuk melihat-lihat terlebih dahulu.
Keluar dari ruangan itu, ternyata eh ternyata, saya melihat
serombongan orang yang saya kenal sedang foto-foto di depan patung Jendral
Sudirman dan Urip Sumoharjo. Nah, ini diaaaa... Akhirnya ketemu juga sama
teman2 FIM! Senang rasanya melihat Dira, Mas Harizka, Mbak Amri, Yetty, Tika
UGM, Gilang, Hanif, dkk. Wow, ternyata ada juga rombongan dari Semarang yang
diwakili Enra, Mbak Tika dan kak Doni, perwakilan Bandung. Selain mereka tentu
ada lagi teman-teman FIM yang lain :D
Ikutlah saya berwisata sejarah di Benteng Vrederburg, selama
kurang lebih 1,5 jam menjelaskan penjelasan dari bapak-bapak tour guide baik
hati, kami keliling museum memasuki ruang-ruang diorama. Sayang, saya dan Enra
tidak sempat memasuki ruang diorama 4, yang katanya Hanif isinya tentang PKI. Tapi,
lumayanlah hasil foto-fotonya :D
Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Mesjid Gedhe Kauman.
Di sana, sembari istirahat shalat dan makan siang, kami menunggu kedatangan
tour guide kami berikutnya yang notabene juga anak FIM 11, yakni Cak Priyo.
Beliau ini memiliki usaha "Wisata Religi Ahmad Dahlan", jadi beliau
membawa kita masuk ke Kampung Kauman, menelusuri jejak peninggalan pendiri
salah satu organisasi islam terbesar di Indonesia, yakni Muhammadiyah. Kami
diajak melihat lebih jauh ke dalam kampung Kauman, diperkenalkan dengan
peninggalan-peninggalan KH. Ahmad Dahlan, seperti langgar, rumah beliau dan
mushola khusus perempuan yang didirikan oleh Aisyah, organisasi perempuan di
bawah naungan Muhammadiyah. Pada waktu
kami istirahat di langgar KH. Ahmad Dahlan, kami juga sempat mendengarkan lagu
yang dinyanyikan anak-anak kampung Kauman mengenai KH. Ahmad Dahlan. Saya lupa
bagaimana lirik lagunya, tapi melihat keceriaan mereka yang masih lugu dan
polos bermain berhasil mengusir kegalauan di hati saya. hehe.
Setelah shalat Ashar di langgar, kami berkumpul di Aula
depan langgar untuk mengadakan sesi "berbagi inspirasi" yang khas
dari FIM atau sesi Young Leaders Talk yang sebenarnya. Sesi berbagi inspirasi
pertama kali dimulai oleh Cak Priyo yang membagi keinginannya untuk menjadi
entrepreneur dan urgensi generasi muda untuk menjadi entrepreneur. Kemudian
sesi sharing dilanjutkan oleh Galang dari Semarang yang banyak memberikan
inspirasi dan pelajaran hidup bagi saya. Sesi selanjutnya diisi oleh Detiza, yang
menjadi salah satu grand finalist Mahasiswa Berprestasi UGM. Beliau
menceritakan pengalamannya berada di Jepang dan kisah-kisah unik yang
menyertainya. Terakhir, saya kebagian mengisi sesi "berbagi
inspirasi" dengan membagi kegalauan saya mengenai banyak hal, terutama
jodoh, eh salah, skripsi. haha. untuk lebih jelasnya bisa ditanyakan ke
teman-teman yang mendengarkan cerita kegalauan saya selama 15 menit :p
Selesai di kampung Kauman, kami kembali ke mesjid Gedhe
untuk menunaikan shalat Maghrib. Kami juga menunggu kedatangan mobil yang
disewa oleh Mas Harizka untuk mengangkut kami menuju kaki gunung Merapi, tempat
kami berencana bermalam. Pas, saat azan isya, kami berangkat menggunakan mobil
menuju Merapi setelah menjemput Mita dan Mas Harizka yang mengantarkan motornya
Enra dititipkan di rumahnya.
Berangkatlah kami ke Merapi. Sampai di sana, kami menaruh
barang-barang di tempat Si Mbah, rumah warga yang terletak di kaki Gunung
Merapi, tempat kami bermalam. Setelah makan malam, kami menuju ke padang pasir
luas yang terbentuk akibat sapuan Awan Panas "Wedhus Gembel" yang
menyapu desa di kaki gunung itu. Kami mengadakan api unggun dan "berbagi
inspirasi" sesi kedua yang antara lain diisi oleh Mas Harizka, kak Doni,
Ovy (FIM 12), Enra, Dira, Tika UGM dan Mas Edi (FIM 12). Walaupun
ngantuk-ngantuk dan agak dingin (dan saya lupa bawa jaket), dengan suguhan kopi
panas yang telah disiapkan Mbak Hilda dan kawan-kawan serta ubi bakar yang
diberikan langsung oleh si Mbah, menjadikan malam minggu kali itu terasa hangat
dan menyenangkan :)
Jam setengah dua belas malam pun kami akhirnya kembali ke
rumah Si Mbah untuk melanjutkan aktivitas masing-masing. Karena saya kecapekan,
jadilah saya langsung pulas tidur di kamar yang telah disediakan. Jujur, saya
sangat senang dan terhari. Senang, karena malam itu, pertama kalinya lah saya
merasakan live in, bermalam di rumah penduduk asli di desa, di kaki gunung
Merapi pula. Terharu, karena kebaikan teman-teman FIM Geje dan tentunya si Mbah
yang menyediakan rumah tempat kami bermalam. Ya Allah, balaslah kebaikan mereka
dengan pahala dan kebaikan yang setimpal :)
Komentar