Langsung ke konten utama

Kebisuan Suu Kyi

Kebisuan Suu Kyi
Avina Nadhila Widarsa ; Mahasiswa Pascasarjana S Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapura
REPUBLIKA, 04 Agustus 2012

Paradoks, mungkin itulah kata yang tepat menggambarkan `kebisuan' Aung San Suu Kyi, sang ikon demokrasi dari Myanmar terhadap tragedi kemanusiaan yang terjadi di negaranya sendiri. Suu Kyi yang meraih Nobel Perdamaian tahun 1991 ini telah dianggap sebagai simbol internasional perlawanan damai masyarakat Myanmar terhadap penindasan yang dilakukan oleh junta militer.
Dunia tentu berharap, pembebasan Suu Kyi dari tahanan rumahnya pada 2010 dan kemenangannya dalam pemilu sela pada April 2012 bisa membawa harapan baru bagi Myanmar. Sayangnya, sikap diam dan cenderung tidak peduli yang dilakukan oleh Suu Kyi dalam kasus pembantaian etnis Muslim Rohingya di Myanmar telah membuat dunia internasional, khususnya para pegiat HAM yang selama ini mengelu-elukannya dan masyarakat di negara-negara Muslim kecewa.
Kemunculan Suu Kyi sebagai tokoh pejuang HAM dan pembela demokrasi di Myanmar pada akhir 1980-an membawa harapan bagi masyarakat Rohingya untuk kehidupan yang lebih baik. Tidak sedikit dari etnis Rohingya yang mengidolakan Suu Kyi dan berharap agar Suu Kyi bisa menjadi pemimpin Myanmar sehingga kehidupan mereka akan menjadi  lebih baik.
Sayangnya, hingga saat ini, Suu Kyi belum menunjukkan sikap yang menandakan afirmasinya terhadap etnis minoritas Rohingya. Alih-alih mendukung keberadaan mereka, Suu Kyi justru menolak berbicara mengenai isu Rohingya dan menegaskan bahwa konflik-konflik yang berkaitan dengan etnis minoritas harus diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku dan dilakukan secara hati-hati.
Motif Politis
Kebisuan Suu Kyi terhadap isu Rohingya tentu menuai tanda tanya besar bagi masyarakat internasional. Sebagian berspekulasi diamnya Suu Kyi dikarenakan alasan politisnya yang ingin maju dalam pemilu presiden di Myanmar sehingga membutuhkan dukungan dari masyarakat etnis Burma dan Arakan, yang menjadi penduduk mayoritas di sana. Sementara itu, penduduk Burma dan Arakan yang memeluk agama Buddha tersebut memiliki sentimen negatif terhadap keberadaan etnis Rohingya yang beragama Islam.
Rohingya tidak diakui sebagai etnis asli dalam Undang-Undang Kependudukan tahun 1948. Mereka yang dianggap sebagai etnis asli di Myanmar hanyalah etnis Burma, Arakan, Chin, Kachin, Karen, Kayan, Mon atau Shad, dan etnis-etnis lain yang telah menetap di Myanmar sebelum tahun 1832 Masehi. Sementara itu, menurut catatan sejarah, etnis Rohingya baru menetap pertama kali di Myanmar tahun 1840. Artinya, pemerintah Myanmar tidak mengakui Rohingya sebagai etnis aslinya dan menyebabkan mereka tidak bisa diberikan status warga negara berdasarkan undangundang tahun 1948 maupun hukum kependudukan terbaru tahun 1992.
Menurut hemat saya, ada setidaknya tiga alasan yang menjadi kemungkinan sebab diamnya Suu Kyi terhadap isu ini. Pertama, alasan politis yang telah banyak dipaparkan para analis. Suu Kyi yang ingin mencalonkan diri sebagai presiden pada pemilu berikutnya di Myanmar merasa perlu mengambil hati mayoritas masyarakat Myanmar. Isu etnis Rohingya yang sangat sensitif bagi mereka, sehingga jika Suu Kyi terkesan membela etnis Muslim tersebut otomatis akan menjadi blunder bagi langkah politik Suu Kyi ke depannya.
Kedua, alasan hukum. Sesuai dengan hukum kependudukan yang berlaku di Myanmar, etnis Rohingya tidak termasuk ke dalam etnis asli di negara tersebut.
Suu Kyi yang walaupun menentang pemerintahan otoriter junta militer dan menjadi oposisi dari pemerintahan sipil saat ini tetap ingin memosisikan dirinya sebagai warga negara yang baik, taat pada aturan hukum. Jika ia menunjukkan dukungannya terhadap etnis Rohingya, bukan tidak mungkin pemerintahan Presiden Thein Sein akan kembali menangkap dan memenjarakannya karena dianggap melawan hukum yang berlaku.
Hal ini juga terkait dengan alasan pertama, apabila Suu Kyi kembali ditangkap maka kesempatannya menjadi pemimpin di negara tersebut akan semakin kandas. Alasan ketiga yakni alasan personal. Suu Kyi terlahir sebagai etnis Burma yang memeluk agama Buddha Teravada. Walaupun ia senantiasa mem per juangkan penegakan HAM dan demokrasi di Myanmar, namun sentimen pribadinya sebagai etnis mayoritas sangat mungkin memengaruhi keputusan dan sikapnya terhadap berbagai isu.
Cermin Sikap
Keberadaan masyarakat Rohingya yang merupakan etnis minoritas dan beragama Islam bisa jadi juga mendapat reaksi negatif dari Suu Kyi secara pribadi. Interaksi Suu Kyi dengan kaum mayoritas tentu saja memengaruhi persepsinya terhadap keberadaan kaum minoritas, apalagi terhadap etnis Muslim Rohingya yang bermasalah dengan penduduk mayoritas Buddha Burma dan Arakan.
Ketiga alasan di atas cukup membuat Suu Kyi emoh berkomentar lebih jauh terhadap tragedi yang menimpa masyarakat Rohingya. Tentu saja sikap diamnya Suu Kyi terhadap permasalah ini menimbulkan kekecewaan dan tanda tanya yang besar di mata masyarakat internasional. Ia yang dianggap sebagai simbol Myanmar yang demokratis dan peduli dengan HAM ternyata tidak dapat memenuhi ekspektasi masyarakat in ternasional yang menginginkannya bertindak lebih dalam menanggapi isu Rohingya.
Sikap diamnya saat ini dapat dilihat sebagai cerminan kebijakan Suu Kyi jika terpilih menjadi presiden Myanmar. Jika memang ia tidak memiliki kemampuan (dan kemauan) untuk mengubah nasib Muslim Rohingya di Myanmar saat ini maka bisa diprediksi, kemungkinan besar keadaan Muslim Rohingya tidak akan jauh berubah di bawah rezim kepemimpinannya apabila terpilih nanti. 

 Alhamdulillah, tulisan saya ternyata dimuat di Koran Republika, artikel awalnya berjudul "Aung San Suu Kyi dan Muslim Rohingya". Saya baru tahu setelah beberapa hari kemudian itupun karena di muat di blog ini, makanya saya mau nyari versi cetaknya. Terima kasih untuk kliping artikel di blognya mas Budi :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Operasi Abses Kelenjar Bartholini

Assalamu'alaikum wr. wb. Apa kabar kawan2? Semoga selalu dalam keadaan sehat wal afiat serta tetap semangat menjalani aktifitas. Apa kabar saya? Alhamdulillah, keadaan saya hari ini jauh lebih baik dari kemarin maupun beberapa hari yang lalu. Teman2 yang baca postingan saya sebelumnya mungkin telah mengetahui bahwa beberapa hari ke belakang saya menderita suatu penyakit yang membuat saya susah duduk, bangun dan berjalan. Sampai - sampai saya harus masuk UGD untuk disuntik obat penghilang rasa sakit di pantat saking tidak tahannya. Ternyata, setelah pulang dari UGD, obat penghilang rasa sakit itu hanya bertahan satu malam. Keesokan harinya, saya mengalami sakit yang sama. Susah duduk, bangun dan berjan. Terkadang, rasanya perih sekali, sampai-sampai saya menangis karena tidak dapat menahan sakitnya. Namun, karena sudah diberikan salep dan obat penghilang rasa sakit beberapa saat sakitnya mereda. Bahkan dua hari kemudian saya memberanikan diri untuk pergi ke Jurong Point...

Hi, apa kabar?

 Hi Avina, apa kabar? Sedang tidak baik-baik saja. Baru saja skip sholat zuhur untuk acara makan di luar dan beli kopi #duh Iman gw lemah banget yak Padahal... bisa sholat dulu sebelum pergi Padahal.. bisa balik duluan Padahal.. bisa ga usah ikut aja Nyesel banget. Setiap gw sengaja sholat di akhir waktu, akhirnya jd mepet bahkan skip kayak sekarang. Astaghfirullahaladzim. Padahal hidup lagi sulit-sulitnya. Sulit berdamai sama diri sendiri. Sulit komunikasi sama si bos, dan pasangan. Sulit kontrol pengasuhan anak. Etc etc. the list goes on. Banyak mimpi tapi nol aksi, haha. pengen nangis sekarang, mata udah berkaca-kaca nulis ini. Gw pengen resign tapi belum dapet kerjaan, apa kabar KPA 230jt hahahaha. Ga semangat buat ngejar mimpi lanjut PhD Ga semangat buat rutin olahraga padahal udh sign up gym buat 6 bulan. Lost banget di kantor, ilang 10 jam lebih ga sama anak tp ga ada hasil dan bermanfaat. Huhu. ya Allah, maafin hamba...

6 day to Graduation Day

Salam.... Hey all, what's up? I've been had a great time since my last post about "skripsi". Apparently, I had to work so hard (and so fast) to revise my thesis. Alhamdulillah, I made it on time with satisfactory result :) whilst it was so "rempong" to make a hardcover and get the signatories... The result itself was not a straight A (it was so close, just 0,44 again to get A score), but than it's okay for me. Alhamdulillah :D Ok, so now I am waiting for my convocation day (graduation ceremonial) which will be held 6 days later. Well, I'm not quite enthusiastic about this graduation day, realizing that it is just a ceremonial phase and I have to do "make up", dressing, high-heels-ing, etc. But, I can't deny that I am so happy, trying my "toga" made me just want to cry, feels like this time just run so quick and now I am not an undergraduate student anymore... Yes, I do believe that graduation is not the end. It ju...