Kisah gw hari ini terlalu sayang untuk tidak ditulis di blog. Gw hari ini sempat merasa invalid menjadi manusia setelah mengecewakan dua orang secara langsung dan tidak langsung.
Pagi (siang) ini gw berangkat ke hotel Pan Pacific Singapore untuk mengikuti konferensi PECC-SINPEC-INPEC hari kedua. Pulangnya, gw berencana untuk ke Lau Pa Sat dinner sama teman-teman. Baru mau naik eskalator Marina Square, gw melihat ada seorang tua, blind dan albino, terlihat membutuhkan bantuan. Tapi, bukannya membantu, gw malah menyalip dia naik eskalator. Kebetulan waktu itu eskalatornya rusak, jadi tangganya harus dinaiki satu per satu. Begitu sampai di atas, gw lihat ke bawah, bapak-bapan itu terlihat mengira-ngira di mana ia berada. Dia berkali-kali melempar koin dan meludah untuk mengetahui seberapa tinggi eskalator yang telah ia lewati. Sungguh miris melihatnya.
Tapi, ga ada satupun orang yang berusaha ngebantuin beliau, termasuk gue. Jujur, waktu itu gw pengen banget bantu beliau tapi di sisi lain takut banget kalau-kalau Bapak itu ternyata orang jahat yang pura-pura buta dan sebagainya. Di tengah kemelut tersebut, gw tunggui Bapak itu sampai naik ke walkway dan berusaha mengikuti ke mana jalannya Bapak tersebut. Ternyata, dia berhenti di depan Kenko Reflexology dan bertepuk tangan berkali-kali. Gelagatnya semakin aneh, pikir saya. Saya merasa semakin bimbang untuk membantu dan memutuskan pergi begitu saja, padahal jelas-jelas Bapak itu terlihat kebingungan. Untuk mengurangi rasa bersalah saya, Saya pun menghubungi Singapore Police untuk melaporkan keberadaan Bapak tersebut.
Telepon yang pertama diangkat, tapi tiba-tiba saya putuskan karena saya pikir tidak ada gunanya memberi tahu polisi. Tak disangka, polisi tersebut menelepon saya kembali yang akhirnya saya angkat dan saya jelaskan mengenai keadaan dan ciri-ciri Bapak tersebut. Saya mendeskripsikan Bapak itu sebagai strange man, karena memang kelakuannya aneh dan unable to communicate clearly. Polisi pun mencatat nama saya dan berjanji akan segera ke sana. Saya kemudian berjalan menuju Raffles Place untuk shalat ashar.
Ketika saya shalat ashar, ternyata ada telepon dari "unknown number" yang saya rasa itu adalah Police. Namun, tidak ada telepon lanjutan. Saat itu, saya merasa bersalah karena telah menambah kerjaan pihak polisi dan tidak dapat banyak membantu Bapak yang kesusahan tersebut. Saya merasa invalid sebagai manusia yang seharusnya dapat membantu sesama dan memanusiakan manusia...
Kejadian kedua, saat di Lau Pa Sat. Saya pergi melihat beberapa kedai dan salah satu kedai yang menjual makanan halal. Saya melihat ada menu Chili Crab yang ingin saya pesan, namun tidak jadi karena mahal. Penjualnya terus memaksa-maksa saya untuk datang ke kedai mereka. Bapak pemiliki toko bahkan mengikuti kami dan berkali-kali mengumpat karena saya tidak bergeming dengan tawaran beliau. Saya sendiri tidak menyadari beliau bertanya kepada saya karena kondisi pasar yang begitu ramai. Akhirnya, beliau kecewa dan memutuskan untuk tidak melayani kami dengan baik. Jujur, saya agak sakit hati dengan beliau. Sebab, beliau seperti menuduh saya dan teman-teman saya seperti penjahat. Alasan beliau yang ingin menawarkan harga yang lebih murah pun terkesan dibuat-buat. Saya yang tadinya ingin memesan Chili Crab di tempat beliau jadi il-feel parah. Bapak itu pun seperti tidak sudi melayani kami. Ya sudah, daripada bete mending pesan yang lain saja.
Baru tau kalau perangai penjual makanan di Lau Pa Sat ekstrim-ekstrim. Menawarkan makanan seperti memaksa kita untuk membeli. Untung ada orang Indonesia lain di sebelah meja saya yang berusaha menegaskan bahwa kami sudah pesan makanan lain. Memang, ternyata menghadapi penjual gak boleh "lemah hati" tapi harus "keras hati" dan siap menerima kata-kata yang tidak mengenakkan kalau tidak jadi beli di tempat mereka.
Baru tau kalau perangai penjual makanan di Lau Pa Sat ekstrim-ekstrim. Menawarkan makanan seperti memaksa kita untuk membeli. Untung ada orang Indonesia lain di sebelah meja saya yang berusaha menegaskan bahwa kami sudah pesan makanan lain. Memang, ternyata menghadapi penjual gak boleh "lemah hati" tapi harus "keras hati" dan siap menerima kata-kata yang tidak mengenakkan kalau tidak jadi beli di tempat mereka.
Dari dua kejadian di atas, saya pun paham bahwa manusia makhluk yang sangat rentan untuk tidak memanusiakan sesamanya. Manusia punya ego masing-masing dan jika kita semua menuruti ego masing-masing, jangan harap ada kedamaian di bumi ini.
Komentar