Sebuah pesan masuk ke dalam inbox Facebook saya. Pesan dari Mbak Deni, bidan yang merupakan tetangga sekaligus sahabat saya di desa Bajo, Halmahera Selatan mengabarkan anaknya yang sudah masuk SD dan harus berpisah dengan orang tuanya karena mereka dimutasi ke Bisui. Daerah yang jauh dari hindari bingar kota Labuha dan fasilitasnya tidak semenarik di Bajo
Semua karena politik. Kepala puskesmas Bajo diskon job kan mungkin karena beliau tidak mendukung bupati yang sekarang terpilih (dengan pengajuan banding ke MK, sengketa pilkada Halsel akhirnya dimenangkan pasangan Bahrain Kasuba dan Iswan Hasjim). Walaupun saya cukup akrab dengan Pak Iswan (dahulu, 2 tahun yang lalu) dan pernah berinteraksi dengan pak Bahrain, saya kira politik tetap politik. Jika banyak yang menyayangkan kepergian Anies Baswedan karena strategi politik Jokowi, hey jangan heran praktek tersebut sudah lazim dilakukan di 34 provinsi di Indonesia. Upaya saling jegal, mutasi dan non-job mereka yang tidak sepemikiran dan lain sebagainya sudah jadi realita politik di daerah. Dan ternyata, tidak harus melihat jauh ke sosok sekaliber pak Anies, bidan dan perawat desa pun merasakan kejamnya "politik". Yang saya sesali semua yang berbau politik dibalik dengan dalih untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Hello!
Kembali lagi ke kabar dari Mbak Deni, bersama mas Pur atas titah kepala puskesmas yang baru mereka dipindahkan ke daerah lain. Bersamaan dengan itu, mbak Deni yang sedang hamil 4 bulan harus meninggalkan Livie anak semata wayangnya untuk memperoleh pendidikan yang baik, di Jawa. Sungguh berat nian perjuangan keluarga ini. Semoga Allah rahmati mereka semua dan memberikan berkah untuk jalan baik yang mereka ambil.
Lalu, ada kabar duka datang dari Bajo. Mama Meri, tetangga depan rumah mama Juk, mama piara saya di Bajo, meninggal dunia. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Saya sedih, mama meri baik sekali dengan saya. Mama meri salah satu orang pertama yang membuat saya betah di Bajo, mengajak saya bercerita dan membantu saya menjemur pakaian. Banyak cerita yang saya dengar dan saya bagi dengan mama Meri. Mama Meri orang baik, saya tidak bisa membayangkan betapa terpukulnya Eka dan Nanda, dua anak perempuan terakhir mama Meri atas kepergiannya. Sungguh, saya berdoa semoga Mama Meri diampunkan segala dosa dan kesalahannya, dilapangkan jalannya menuju surga. Aminnn
Al fatihah.
Kemudian saya menelepon mama Juk, menanyakan kabar Ari, Abi dan Alvin. Tentu saja mereka sudah bertambah besar. Saya juga bertanya mengenai desa, katanya om Narto mau pergi haji, listrik pln bisa menyala hingga siang saat bulan Ramadhan dan pemilihan kepala desa serentak akan diadakan di bulan Oktober. Pak Acun papa piara saya maju menjadi kandidat kepala desa di Waya, daya tanya ke mama Juk, mana yang lebih mama pilih, apakah pak Acun jadi kepala desa atau di Bajo. Mama dengan bijak mengatakan "mana-mana saja yang baik, kewajiban kita kan ikut suami"... Ya, semoga yang terbaik untuk pak Acun, Mama Juk dan keluarga.
Terakhir mama Juk bertanya"kong sudah menikah? "
Hahaha. Saya jawab," tenang saja mama, kong saya menikah to undangan akan sampai ke Bajo... " insyaAllah :)
Semua karena politik. Kepala puskesmas Bajo diskon job kan mungkin karena beliau tidak mendukung bupati yang sekarang terpilih (dengan pengajuan banding ke MK, sengketa pilkada Halsel akhirnya dimenangkan pasangan Bahrain Kasuba dan Iswan Hasjim). Walaupun saya cukup akrab dengan Pak Iswan (dahulu, 2 tahun yang lalu) dan pernah berinteraksi dengan pak Bahrain, saya kira politik tetap politik. Jika banyak yang menyayangkan kepergian Anies Baswedan karena strategi politik Jokowi, hey jangan heran praktek tersebut sudah lazim dilakukan di 34 provinsi di Indonesia. Upaya saling jegal, mutasi dan non-job mereka yang tidak sepemikiran dan lain sebagainya sudah jadi realita politik di daerah. Dan ternyata, tidak harus melihat jauh ke sosok sekaliber pak Anies, bidan dan perawat desa pun merasakan kejamnya "politik". Yang saya sesali semua yang berbau politik dibalik dengan dalih untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Hello!
Kembali lagi ke kabar dari Mbak Deni, bersama mas Pur atas titah kepala puskesmas yang baru mereka dipindahkan ke daerah lain. Bersamaan dengan itu, mbak Deni yang sedang hamil 4 bulan harus meninggalkan Livie anak semata wayangnya untuk memperoleh pendidikan yang baik, di Jawa. Sungguh berat nian perjuangan keluarga ini. Semoga Allah rahmati mereka semua dan memberikan berkah untuk jalan baik yang mereka ambil.
Lalu, ada kabar duka datang dari Bajo. Mama Meri, tetangga depan rumah mama Juk, mama piara saya di Bajo, meninggal dunia. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Saya sedih, mama meri baik sekali dengan saya. Mama meri salah satu orang pertama yang membuat saya betah di Bajo, mengajak saya bercerita dan membantu saya menjemur pakaian. Banyak cerita yang saya dengar dan saya bagi dengan mama Meri. Mama Meri orang baik, saya tidak bisa membayangkan betapa terpukulnya Eka dan Nanda, dua anak perempuan terakhir mama Meri atas kepergiannya. Sungguh, saya berdoa semoga Mama Meri diampunkan segala dosa dan kesalahannya, dilapangkan jalannya menuju surga. Aminnn
Al fatihah.
Kemudian saya menelepon mama Juk, menanyakan kabar Ari, Abi dan Alvin. Tentu saja mereka sudah bertambah besar. Saya juga bertanya mengenai desa, katanya om Narto mau pergi haji, listrik pln bisa menyala hingga siang saat bulan Ramadhan dan pemilihan kepala desa serentak akan diadakan di bulan Oktober. Pak Acun papa piara saya maju menjadi kandidat kepala desa di Waya, daya tanya ke mama Juk, mana yang lebih mama pilih, apakah pak Acun jadi kepala desa atau di Bajo. Mama dengan bijak mengatakan "mana-mana saja yang baik, kewajiban kita kan ikut suami"... Ya, semoga yang terbaik untuk pak Acun, Mama Juk dan keluarga.
Terakhir mama Juk bertanya"kong sudah menikah? "
Hahaha. Saya jawab," tenang saja mama, kong saya menikah to undangan akan sampai ke Bajo... " insyaAllah :)
Komentar